Minggu, 26 Juli 2015

BAHAN REKOLEKSI UNTUK LEGIO MARIA



BERBAGI SUKACITA IMAN

Bunda Maria, Bunda kita sekalian adalah teladan Iman dan teladan kehidupan kita umat Kristiani, secara khusus bagi para anggota Legio Maria. Legioner harus memiliki jiwa Maria yang luhur, mencontoh keutamaan-keutamaan yang telah ditunjukkan oleh Bunda Maria. Hal itu disebabkan bukan karena kita menggunakan nama Maria dalam kelompok ini, tetapi karena kita menggunakan spiritualitas dan kerasulan berdasarkan prinsip kesatuan dengan Bunda Maria sendiri.

Semangat Legio Maria adalah semangat/spiritualitas Maria itu sendiri. Di dalamnya terdapat kerendahan hati, ketaatan dan kepasrahan kepada Allah, hidup doa yang konstan dan mantap, bermati raga-puasa, kemurnian hati, pengorbanan, dan kepercayaan penuh hanya kepada Allah. Teladan Bunda Maria hanya kita dapatkan dalam refleksi yang bersumber dari Kitab Suci.
Cinta kasih, kebaikan, semangat injili, dan spiritualitas Maria jangan dipendam seorang diri. Jika hal itu yang terjadi maka segalanya akan menguap dan menghilang ditelan waktu dan zaman serta tanpa menghasilkan buah. Tetapi semuanya itu harus diungkapkan, dibagikan, dicurahkan, dituangkan, disebarkan ke semua orang dan seluruh dunia tanpa terkecuali. Maka pada kesempatan ini saya mengajak kita sekalian untuk bersama merefleksikan tentang Teladan Bunda Maria yang berbagi sukacita iman dengan saudari sepupunya Elizabeth. Bunda Maria tidak menyimpan suka cita iman yang Ia miliki untuk dirinya sendiri tetapi ia berbagi suka cita iman itu bersama orang lain.

Dalam Kisah Injil tadi kita menyimak percakapan antara dua ibu yang berbahagia, Dua ibu yang penuh dengan Roh Kudus, Elisabet dan Maria. Malaikat membuka kesempatan terjadinya perjumpaan di antara kedua orang ini dengan memberi tahu Maria tentang berkat yang dilimpahkan kepada sanaknya, Elisabet (ay. 36). Maka Legio Maria sebagai sebuah perkumpulan hendaknya sungguh-sungguh dimanfaatkan sebagai tempat bertukar pengalaman iman, saling meneguhkan satu sama lain, memberikan penghiburan iman satu sama lain agar suka cita iman itu sungguh dialami setiap anggotanya.

Maria melakukan kunjungan kepada Elisabet dengan melakukan sebuah perjalanan yang jauh yaitu ke daerah pegunungan. Maria yang telah mengandung Mesias, calon Ibu Tuhan tidak merasa bahwa dirinya lebih tinggi dari Elisabeth maka ia yang harusnya dikunjungi oleh Elisabeth. Maria juga meninggalkan semua urusannya guna mengurus hal yang lebih besar ini: berbagi sukacita iman. Di sini kita belajar untuk bersikap rendah hati seperti Maria, tidak memandang status yang kita miliki, berani untuk menarik diri sejenak dari kesibukan-kesibukan kita untuk bergerak keluar dan mengunjungi orang yang membutuhkannya. Bukan sekedar mengunjungi tetapi mengunjungi dengan membawa sukacita iman untuk orang yang dikunjungi. Maka sebelum seorang legioner keluar untuk mengunjungi harusnya seorang legioner itu sendiri sudah memiliki sebuah modal dasar untuk dibawa dan dibagikan yaitu suka cita karena iman.

Pertemuan antara Maria dan Elisabet sungguh-sungguh diliputi oleh suasana yang penuh dengan kebahagiaan Iman. Maria memberi salam kepada Elisabet dan berkata bahwa ia datang untuk mengunjunginya, untuk mengetahui keadaannya, dan bersuka bersamanya di dalam sukacitanya. Nah, begitu berjumpa, demi menegaskan iman mereka berdua, terjadilah sesuatu yang luar biasa. Maria mengetahui bahwa Elisabet sedang mengandung seorang anak, tetapi tidak tampak tanda apa pun bahwa Elisabet telah diberi tahu apa pun tentang Maria sepupunya, bahwa dia telah ditentukan untuk menjadi ibu Sang Mesias; dan karena itu apa yang ia ketahui bisa dipastikan berasal dari sebuah penyataan, yang menjadi dorongan besar bagi Maria. Kita belajar dari pertemuan yang membawa kebahagiaan yang mendalam ini. Yang pertama, mereka bertemu untuk berbagi kebahagiaan iman dan bukan yang lainnya. Biasanya orang berkata, di mana dua tiga orang berkumpul di situ Tuhan hadir. Tetapi ada juga yang berkata, di mana dua tiga ibu berkumpul di situ pasti ada orang yang dibicarakan atau digosipkan. Yang jenis ini namanya membawa suka untuk diri sendiri dan menimbulkan luka untuk orang lain. Yang kedua, pertemuan ini membawa kebahagiaan karena Maria membawa Yesus dalam rahimnya dan ini membuat elisabeth dan yohanes begitu bersukacita. Apa yang seorang legioner bawa ketika melakukan kunjungan? membawa wajah Tuhan atau membawa wajah pribadi? Dalam kisah injil tadi dikatakan bahwa Yohanes melonjak kegirangan dalam rahim ibunya, seolah-olah memberi isyarat kepada ibunya, bahwa ia sekarang berjumpa dengan Dia, berjumpa dengan orang yang karenanya ia diutus sebagai pendahulu. Juga karena pengaruh kuat yang ditujukan untuk sang ibu. Elisabet pun penuh dengan Roh Kudus, atau Roh nubuat, dan oleh Roh inilah, dan juga dengan ilham yang diberikan Roh, ia diberi pemahaman bahwa Sang Mesias hadir di situ. Di dalam Dia nubuat akan dibangkitkan kembali dan karena Dia Roh Kudus akan dicurahkan dengan lebih limpah dibandingkan dengan masa sebelumnya, sesuai dengan harapan mereka yang menantikan penghiburan bagi Israel. Gerakan bayi yang tidak seperti biasanya di dalam rahimnya ini merupakan tanda adanya emosi yang luar biasa di dalam jiwa Elisabet karena gerakan ilahi. Perhatikanlah, mereka yang mendapat lawatan penuh rahmat dari Kristus akan mengetahui lawatan ini dengan dipenuhinya mereka dengan Roh Kudus; karena, jika orang tidak memiliki Roh Kristus, ia bukan milik Kristus.

Ucapan selamat datang yang disampaikan oleh Elisabet melalui Roh Nubuat kepada Maria, ibu Tuhan kita. Ucapan ini disampaikan bukan seperti kepada seorang teman biasa yang sedang melakukan kunjungan biasa, tetapi kepada orang yang akan melahirkan Mesias.

Elisabet mengucapkan selamat kepada Maria atas kehormatan yang diterimanya, meskipun ia belum pernah mengetahui hal itu sebelum ini. Ia mengucapkannya dengan penuh keyakinan dan kegembiraan. Ia berseru dengan suara nyaring, karena ia sedang hanyut dalam sukacita yang meluap-luap, dan tidak peduli kalau orang sampai mendengarnya. Ia berseru, "Diberkatilah engkau di antara semua perempuan," kata-kata sama seperti yang diucapkan oleh malaikat (ay. 28); karena memang demikianlah kehendak Allah mengenai menghormati Sang Anak, bahwa itu harus terjadi di bumi seperti di dalam sorga. Namun, Elisabet menambahkan sebuah alasan lagi, oleh karena itu, "Diberkatilah engkau sebab diberkatilah buah rahimmu." Jadi Maria layak memperoleh kehormatan istimewa ini. Elisabet sudah jadi istri seorang imam selama bertahun-tahun, namun ia tidak merasa iri bahwa Maria, saudara sepupunya, yang jauh lebih muda daripadanya, yang dalam segala hal lebih rendah daripadanya, akan mendapatkan kehormatan untuk mengandung dalam keadaan masih perawan, dan menjadi ibu Sang Mesias. Meskipun kehormatan yang diperolehnya lebih sedikit, namun Elisabet bersukacita di dalamnya; ia merasa puas, sama seperti anaknya kelak, bahwa Maria yang datang kemudian daripadanya lebih tinggi daripadanya (bdk. Yoh. 1:27). Bagaimana dengan seorang legioner? kita harus mengakui bahwa kita memperoleh lebih banyak kemurahan Allah daripada yang layak kita peroleh, jadi karena itu, dengan alasan apa pun janganlah merasa iri bila orang lain lebih banyak memperoleh kemurahan Allah daripada kita. Hendaknya kita bersukacita karena berkat Allah diperoleh setiap orang.

Elisabet mengakui ketidaklayakannya atas kunjungan Maria ini (ay. 43): "Siapakah aku ini sampai ibu Tuhanku datang mengunjungi aku?"

Perhatikanlah:

(1) Ia memanggil perawan Maria dengan sebutan ibu, karena ia mengetahui bahwa Dia akan menjadi Tuhan semua orang.

(2) Ia tidak hanya menyambut Maria ke rumahnya, sekalipun mungkin Maria datang sebagai orang kecil, namun bahkan menganggap kunjungan Maria itu sebagai suatu kehormatan besar, sehingga ia menganggap dirinya tidak layak. Siapakah aku ini? Ini sungguh-sungguh, dan bukan sekadar basa-basi ketika ia berkata, "Ini suatu kehormatan besar melebihi yang dapat aku harapkan." Perhatikanlah, mereka yang penuh dengan Roh Kudus bersikap rendah hati mengenai kebaikan mereka sendiri, dan sangat meninggikan anugerah Allah. Anaknya Yohanes Pembaptis, mengakui dengan cara yang sama ketika ia berkata, "Engkau yang datang kepadaku?" (Mat. 3:14). Ketika mengunjungi hendaknya kita tidak memandang siapa orangnya, dari mana asalnya, pendidikannya apa dan lain sebagainya tetapi kita memandang orang lain sebagai wajah Allah yang tersamar di dalam dirinya. Kalau kita melihat orang lain sebagai wajah Tuhan yang hadir dalam diri orang lain, betapa indahnya dunia ini.

Elisabet memuji iman Maria, dan menguatkan dia (ay. 45): "Berbahagialah ia, yang telah percaya." Jiwa yang percaya adalah jiwa yang berbahagia, dan akan seperti itu sampai pada akhirnya. Berkat ini datang melalui imannya, bahkan berkat ini berkaitan dengan Kristus, untuk membiarkan Dia terbentuk di dalam jiwa. Berbahagialah mereka yang percaya kepada firman Allah, karena Firman-Nya tidak akan mengecewakan mereka; tak diragukan lagi, apa yang dikatakan kepadanya dari Tuhan, akan terlaksana. Kepastian bahwa Ia tidak akan melanggar janji-janji-Nya itu sungguh mendatangkan kebahagiaan tak terkira bagi siapa saja yang membangun di atasnya dan berharap darinya. Kesetiaan Allah merupakan keberkatan bagi iman orang-orang kudus. Mereka yang telah mengalami kegenapan janji Allah harus menguatkan orang lain untuk tetap berharap agar firman Allah juga tergenapi dalam hidup mereka, "Aku hendak menceritakan kepadamu apa yang dilakukan-Nya terhadap jiwaku." Ketika seorang Legioner memiliki iman yang mendalam sebagai seorang prajurit Maria, tentu ia akan mengalami sukacita di dalam dirinya karena ia boleh menjadi bentara Maria, tentu ia kan mengalami sukacita di dalam dirinya karena ia boleh berbagi sukacita dengan sesama yang dikunjunginya, tentu ia akan mengalami suka cita yang kekal yang tidak sanggup diberikan oleh apapun di dunia ini, tentu ia akan selalu berkata jiwaku memuliakan Tuhan, karena Ia berkenan datang dan hadir dalam diriku yang hina dina ini.

(Bahan rekoleksi ini diberikan untuk Legio Maria Presidium Kebon Dalem di Rumah Retret Elisabeth-Bandungan pada tanggal 26 Juli 2015)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar