Jumat, 31 Juli 2015

Bacaan Injil dan Renungan: Matius 14:1-12, PW St. Alfosus De Ligouri, Sabtu, 1 Agustus 2015

Mat 14:1
Pada masa itu sampailah berita-berita tentang Yesus kepada Herodes, raja wilayah.
Mat 14:2
Lalu ia berkata kepada pegawai-pegawainya: "Inilah Yohanes Pembaptis; ia sudah bangkit dari antara orang mati dan itulah sebabnya kuasa-kuasa itu bekerja di dalam-Nya."
Mat 14:3
Sebab memang Herodes telah menyuruh menangkap Yohanes, membelenggunya dan memenjarakannya, berhubung dengan peristiwa Herodias, isteri Filipus saudaranya.
Mat 14:4
Karena Yohanes pernah menegornya, katanya: "Tidak halal engkau mengambil Herodias!"
Mat 14:5
Herodes ingin membunuhnya, tetapi ia takut akan orang banyak yang memandang Yohanes sebagai nabi.
Mat 14:6
Tetapi pada hari ulang tahun Herodes, menarilah anak perempuan Herodias di tengah-tengah mereka dan menyukakan hati Herodes,
Mat 14:7
sehingga Herodes bersumpah akan memberikan kepadanya apa saja yang dimintanya.
Mat 14:8
Maka setelah dihasut oleh ibunya, anak perempuan itu berkata: "Berikanlah aku di sini kepala Yohanes Pembaptis di sebuah talam."
Mat 14:9
Lalu sedihlah hati raja, tetapi karena sumpahnya dan karena tamu-tamunya diperintahkannya juga untuk memberikannya.
Mat 14:10
Disuruhnya memenggal kepala Yohanes di penjara
Mat 14:11
dan kepala Yohanes itupun dibawa orang di sebuah talam, lalu diberikan kepada gadis itu dan ia membawanya kepada ibunya.
Mat 14:12
Kemudian datanglah murid-murid Yohanes Pembaptis mengambil mayatnya dan menguburkannya. Lalu pergilah mereka memberitahukannya kepada Yesus.


Injil yang kita dengar bersama pada hari ini menggambarkan betapa Herodes dipenuhi dengan rasa takut yang tanpa alasan, semata-mata karena rasa bersalah dalam hati nuraninya sendiri. Begitulah, darah berteriak, bukan saja dari tanah tempatnya tercurah, tetapi juga dari dalam hati orang yang menumpahkannya, dan menjadi baginya  kengerian yang menghantuinya, kengerian bagi dirinya sendiri. Bagi nurani yang bersalah, segala sesuatu tampak menakutkan, dan seperti pusaran air, ia menarik masuk segala sesuatu yang berada di dekatnya. Demikianlah orang fasik lari, walaupun tidak ada yang mengejarnya . Mereka ditimpa kekejutan yang besar, padahal tidak ada yang mengejutkan.
Betapa Herodes berkeras hati dalam kejahatannya. Meskipun ia yakin bahwa Yohanes seorang nabi, dan seorang yang diakui Allah, ia sama sekali tidak menunjukkan perasaan menyesal atau sedih atas dosanya membunuh Yohanes. Orang bisa saja mempunyai perasaan-perasaan bersalah yang kuat, namun tidak menunjukkan pertobatan sejati yang menyelamatkan.
Manusia berdosa cenderung menolak segala peringatan yang mencegahnya menikmati hidup dalam dosa, sehingga mengalami kelumpuhan hati nurani. Kenikmatan dalam dosa membuat manusia hidup dalam bayang-bayang ketakutan yang terselubung, yang sebenarnya ada namun berusaha ditutupi dengan pernyataan: "hanya sekali tidak apa-apa", "semua orang juga melakukannya", "pengampunan tersedia bagi yang memohon", "demi kebaikan bersama", "Tuhan tahu maksud kita baik", dll.
Terlebih indah membereskan bayang-bayang ketakutan di hadapan-Nya dan jangan biarkan kelumpuhan hati nurani menyerang kita.



Kamis, 30 Juli 2015

BACAAN INJIL DAN RENUNGAN: MATIUS 13:54-58, PESTA ST. IGNATIUS DARI LOYOLA, JUMAT, 31 JULI 2015

Mat 13:54
Setibanya di tempat asal-Nya, Yesus mengajar orang-orang di situ di rumah ibadat mereka. Maka takjublah mereka dan berkata: "Dari mana diperoleh-Nya hikmat itu dan kuasa untuk mengadakan mujizat-mujizat itu?
Mat 13:55
Bukankah Ia ini anak tukang kayu? Bukankah ibu-Nya bernama Maria dan saudara-saudara-Nya: Yakobus, Yusuf, Simon dan Yudas?
Mat 13:56
Dan bukankah saudara-saudara-Nya perempuan semuanya ada bersama kita? Jadi dari mana diperoleh-Nya semuanya itu?"
Mat 13:57
Lalu mereka kecewa dan menolak Dia. Maka Yesus berkata kepada mereka: "Seorang nabi dihormati di mana-mana, kecuali di tempat asalnya sendiri dan di rumahnya."
Mat 13:58
Dan karena ketidakpercayaan mereka, tidak banyak mujizat diadakan-Nya di situ.

MEMBUKA HATI UNTUK YESUS
Injil yang kita renungkan bersama pada hari ini mengisahkan tentang Yesus yang “mudik” ke Nazareth. Namun ternyata reaksi orang-orang Nazaret terhadap Yesus justru berupa sebuah penolakan. Yesus ditolak oleh orang-orang sekampung halaman-Nya. Bukankah sebaliknya mereka harus berbangga karena seorang nabi dan Mesias justru dibesarkan di kota mereka, mereka itu orang-orang sekampung halaman-Nya yang mestinya mengenal dengan baik Yesus selama ini. Mereka mestinya menjadi orang-orang yang akan mendukung karya Yesus. Bukankah biasanya warga desa atau kota tempat seorang tokoh berasal akan mendukung habis-habisan apabila tokoh tersebut sedang ikut berlomba atau bertanding di suatu turnamen atau apa? Ingat saja contoh bagaimana warga kota mendukung putra atau putrinya yang sedang ikut Indonesian idol. Pada kasus di Nazaret lain. Ternyata orang-orang Nazaret menolak Yesus. Bagaimana pula perasaan Ibu Maria ketika menyaksikan Yesus yang diusir dan bahkan mau dibunuh itu? Kiranya juga tidak sedikit orang yang menyimpan kekaguman kepada Yesus. Namun kini mereka harus menyaksikan sendiri hal yang amat menyakitkan dari seorang warga dari kampung Nazaret: diusir dan bahkan diancam untuk dibunuh! Bisa dibayangkan betapa Bunda Maria, saudara-saudari Yesus, dan para pengagum-Nya tentu sedih bukan main.? Yesus seakan-akan gagal dalam pewartaan di kampung halaman-Nya. Yesus heran dengan sikap penolakan dan ketidakpercayaan orang-orang sekampungnya. Pertanyaannya: mengapa Yesus ditolak oleh orang-orang sekampung halaman-Nya, Nazaret? Penginjil matius memberikan kepada kita sebuah alasan yaitu karena Yesus hanya seorang anak tukang kayu yang sederhana, anak dari seorang wanita yang sederhana, bagaimana mungkin memperoleh kebijaksanaan yang luar biasa itu?
Maksud dari penginjil Matius menampilkan alasan ini karena mau menyampaikan pesan kepada kita, betapa Yesus menghayati suatu syarat yang paling pokok menjalankan suatu karya pelayanan yaitu kemerdekaan batin atau kebebasan hati. Dalam diri Yesus terpancarlah suatu kemerdekaan batin yang luar biasa. Ia bisa bicara, mengajar dan berbuat dengan bebas sesuai dengan kebenaran yang harus Ia wartakan, yakni Kerajaan Allah. Yesus tidak ambil pusing dengan reaksi dan tanggapan orang. Yesus tidak mencari popularitas atau penggemar. Yesus tidak ambil peduli terhadap pencemaran nama baik-Nya. Ia tidak peduli dengan reaksi orang: menjadi suka atau mengagumi atau sebaliknya marah atau bahkan membenci-Nya. Pada saat berkarya itu, Yesus tidak memilih apa yang menguntungkan posisi-Nya atau apa yang memberikan keuntungan macam-macam hal untuk diri-Nya, entah keuntungan sosial, ekonomis, politis, ataupun psikologis. Yesus hadir dan tampil sesuai dengan tugas yang diberikan Bapa-Nya. Ia berkarya siang dan malam untuk mewartakan dan menghadirkan Kerajaan Allah di tengah bangsa-Nya. Di situ Yesus bersikap merdeka atau lepas bebas. Dia lepas bebas dan tidak ambil pusing dengan soal kesuksesan, ketenaran, nama baik, harga diri, kehormatan, dan tetek bengek lain yang biasa dicari orang dunia ini.
Pertanyaan refleksi untuk saya anda dan saudara sekalian? sudah berapa kali kita menolak Yesus dalam hidup dan diri kita, dalam pengalaman2 hidup kita? Banyak pengalaman menunjukkan bahwa Yesus banyak kali ditolak atau dengan kata yang agak lebih kasar, Yesus banyak kali digadaikan dan dijual hanya karena cinta, hanya karena jabatan, hanya karena uang dan alasan-alasan lainnya. Bisa kita bayangkan bagaimana perasaan Yesus ketika kita memperlakukannya demikian? tentu Yesus sedih dan kecewa. Dalam relasi horisontal antara kita dan sesama kita, mungkin banyak kali kita pun menolak Yesus yang hadir dalam diri sesama kita alasannya karena kita lebih cenderung untuk menilai seseorang dari tampilan fisik, apa yang dikenakannya, apa yang dipakainya, dan dari keluarga mana orang itu berasal, latar belakang pendidikan dan lain sebagainya. Ingat bahwa Yesus ditolak di Nazareth hanya karena orang tuanya adalah orang yang sederhana, hanyalah seorang anak tukang kayu dan ibu rumah tangga sederhana.
Melalui kisah injil yang kita renungkan bersama ini, mari kita membuka pintu hati kita lebar-lebar agar Yesus berdiam selamanya di hati dan hidup kita. Kita memperlakukan sesama kita dengan sewajarnya dengan keyakinan bahwa ada wajah Tuhan yang tersamar dalam diri sesama kita. Dengan semuanya itu bolehlah kita berseru, Yesus aku mencintaiMu dengan sungguh, amin.



Rabu, 29 Juli 2015

Bacaan Injil dan Renungan: Matius 13:47-53, Kamis, 30 Juli 2015

Mat 13:47
"Demikian pula hal Kerajaan Sorga itu seumpama pukat yang dilabuhkan di laut, lalu mengumpulkan berbagai-bagai jenis ikan.
Mat 13:48
Setelah penuh, pukat itupun diseret orang ke pantai, lalu duduklah mereka dan mengumpulkan ikan yang baik ke dalam pasu dan ikan yang tidak baik mereka buang.
Mat 13:49
Demikianlah juga pada akhir zaman: Malaikat-malaikat akan datang memisahkan orang jahat dari orang benar,
Mat 13:50
lalu mencampakkan orang jahat ke dalam dapur api; di sanalah akan terdapat ratapan dan kertakan gigi.
Mat 13:51
Mengertikah kamu semuanya itu?" Mereka menjawab: "Ya, kami mengerti."
Mat 13:52
Maka berkatalah Yesus kepada mereka: "Karena itu setiap ahli Taurat yang menerima pelajaran dari hal Kerajaan Sorga itu seumpama tuan rumah yang mengeluarkan harta yang baru dan yang lama dari perbendaharaannya."
Mat 13:53
Setelah Yesus selesai menceriterakan perumpamaan-perumpamaan itu, Iapun pergi dari situ.

ANTARA YANG BAIK DAN YANG JAHAT
Dunia ini ibarat laut yang luas, dan manusia adalah ikan-ikan yang kecil dan besar yang bergerak dan tidak terbilang banyaknyadi dalam laut itu.Memberitakan Injil itu seperti menebarkan pukat ke laut, untuk menangkap sesuatu dari dalamnya, bagi kemuliaan Dia yang berkuasa atas laut. Pukat ini mengumpulkan segala macam tangkapan, seperti halnya jala yang besar. Yang tertangkap oleh pukat tentu ada banyak hal.  Ada sangat banyak sampah, kotoran, rumput liar, binatang kecil, dan juga ikan. Akan datang waktunya ketika pukat itu akan menjadi penuh dan diseret ke pantai. Ada waktu yang sudah ditentukan ketika maksud pemberitaan Injil akan terpenuhi, dan saat itulah kita yakin bahwa Injil tidak akan kembali dengan sia-sia. Sekarang ini juga pukat itu sedang mengisi, terkadang lebih cepat dibandingkan pada waktu-waktu lain, namun pukat itu tetap mengisi, dan akan diseret ke pantai, ketika keputusan rahasia Allah digenapi. Apabila pukat itu sudah penuh dan diseret ke pantai, akan ada pemisahan antara yang baik dan yang jahat yang terjaring di dalamnya. Orang munafik dan orang Kristen sejati akan diceraikan pada saat itu. Orang baik akan dikumpulkan ke dalam bejana-bejana sebagai barang yang berharga, dan karena itu harus disimpan dengan hari-hati, sedangkan orang jahat akan dicampakkan sebagai barang yang keji dan tidak berguna. Pada waktu pukat ada di dalam laut, kita tidak tahu apa yang ada di dalamnya, bahkan para nelayan sendiri pun tidak bisa membedakannya. Namun demikian, mereka tetap dengan hati-hati menyeretnya ke pantai, beserta segala sesuatu yang ada di dalamnya, demi yang baik yang ada di dalamnya. Begitulah kepedulian Allah terhadap gereja yang ada di dunia ini.
Seorang yang mau membuka hatinya bagi kebenaran-Nya, akan menjadi seperti ikan yang baik yang begitu berharga di mata seorang nelayan. Orang yang baik tentunya berharga di mata Tuhan.


Selasa, 28 Juli 2015

Bacaan Injil dan renungan, Lukas 10:38-42, Pesta Santa Martha, Luk 10:38-42

Luk 10:38
Ketika Yesus dan murid-murid-Nya dalam perjalanan, tibalah Ia di sebuah kampung. Seorang perempuan yang bernama Marta menerima Dia di rumahnya.
Luk 10:39
Perempuan itu mempunyai seorang saudara yang bernama Maria. Maria ini duduk dekat kaki Tuhan dan terus mendengarkan perkataan-Nya,
Luk 10:40
sedang Marta sibuk sekali melayani. Ia mendekati Yesus dan berkata: "Tuhan, tidakkah Engkau peduli, bahwa saudaraku membiarkan aku melayani seorang diri? Suruhlah dia membantu aku."
Luk 10:41
Tetapi Tuhan menjawabnya: "Marta, Marta, engkau kuatir dan menyusahkan diri dengan banyak perkara,
Luk 10:42
tetapi hanya satu saja yang perlu: Maria telah memilih bagian yang terbaik, yang tidak akan diambil dari padanya."

MARI DUDUK DI DEKAT KAKI YESUS
Injil yang kita renungkan bersama pada hari ini mengetengahkan kepada kita satu hal ini yaitu prioritas nilai. Pada ruang dan waktu tertentu hendaknya kita bisa mengutamakan mana yang hendaknya kita dahulukan. Mengapa? agar tidak salah porsi dan salah langkah. Banyak kali ada benturan kepentingan karena orang salah untuk menentukan prioritas nilai. Karena salah menentukan maka salah pula dalam memutuskan.
Kenal dan memiliki hubungan cukup dekat dengan Yesus tidak dengan sendirinya membuat orang tahu apa yang harus dilakukan terhadap Yesus. Kecenderungan kodrati pun tidak cukup dapat diandalkan untuk orang menunjukkan sesuatu yang berkenan di hati Yesus. Itu yang terjadi dalam kisah ini dengan Marta. Ketika Yesus singgah di rumah Marta dan Maria, segera saja Marta mengungkapkan perhatiannya kepada Yesus dengan menyibukkan diri melayani Yesus. Karena hanya ia seorang yang sibuk sedang Maria tidak, Marta menegur Yesus yang tidak menganjurkan Maria membantu Marta.
Salahkah perbuatan Marta? Apa sebab Yesus tidak menegur Maria, sebaliknya malah menegur Marta? Apabila keduanya adalah perbuatan yang ditujukan terhadap Yesus, apa kelebihan perbuatan Maria sehingga mendapat penilaian lebih dari Yesus? Pertanyaan-pertanyaan ini mau tidak mau muncul dari merenungkan bagian ini. Sebenarnya Tuhan Yesus tidak menyalahkan Marta dan menganggap kesibukan melayaninya salah. Pelayanan Marta dapat dianggap baik juga, namun dalam penilaian Yesus tindakan Maria adalah yang terbaik sebab ia memperhatikan hal yang ia perlu.
Kisah ini mendesak kita untuk memeriksa apa yang kita utamakan dalam kita mengikut Yesus. Baik melakukan perbuatan baik demi Yesus maupun memelihara hubungan intim dengan Yesus dalam doa dan perenungan firman, keduanya baik dan penting. Prioritas kita orang modern adalah seperti Marta yang mengutamakan kegiatan. Yesus menginginkan prioritas sebaliknya. Mengapa? Sebab dengan duduk di kaki Yesus dan mendengarkan Yesus, dia adalah ciri seorang murid sejati. Hanya apabila kita selalu lebih dulu mendengarkan suara Yesus kita akan memiliki prioritas hidup yang benar dan mengerti tindakan-tindakan apa harus kita ambil.
Ada banyak kesempatan yang memungkinkan kita untuk datang dan duduk di dekat kaki Yesus. Namun kadang itu bukan yang menjadi prioritas kita. Bisa jadi menurut kita masih ada banyak hal yang harus didahulukan dan diprioritaskan. Maka tak heran kadang ada komentar miring yang muncul, hanya mengingat Tuhan di saat-saat sakit tapi di saat sehat Tuhan dinomorduakan.
Kita sungguh tidak tahu apa yang menyenangkan hati Tuhan kecuali kita selalu memberi telinga bagi suara-Nya. Bagaimana caranya? mari dan duduklah di dekat kaki Yesus!


Senin, 27 Juli 2015

Bacaan Injil dan Renungan: Matius 13:36-43, Selasa, 28 Juli 2015

Mat 13:36
Maka Yesuspun meninggalkan orang banyak itu, lalu pulang. Murid-murid-Nya datang dan berkata kepada-Nya: "Jelaskanlah kepada kami perumpamaan tentang ilalang di ladang itu."
Mat 13:37
Ia menjawab, kata-Nya: "Orang yang menaburkan benih baik ialah Anak Manusia;
Mat 13:38
ladang ialah dunia. Benih yang baik itu anak-anak Kerajaan dan ilalang anak-anak si jahat.
Mat 13:39
Musuh yang menaburkan benih ilalang ialah Iblis. Waktu menuai ialah akhir zaman dan para penuai itu malaikat.
Mat 13:40
Maka seperti ilalang itu dikumpulkan dan dibakar dalam api, demikian juga pada akhir zaman.
Mat 13:41
Anak Manusia akan menyuruh malaikat-malaikat-Nya dan mereka akan mengumpulkan segala sesuatu yang menyesatkan dan semua orang yang melakukan kejahatan dari dalam Kerajaan-Nya.
Mat 13:42
Semuanya akan dicampakkan ke dalam dapur api; di sanalah akan terdapat ratapan dan kertakan gigi.
Mat 13:43
Pada waktu itulah orang-orang benar akan bercahaya seperti matahari dalam Kerajaan Bapa mereka. Siapa bertelinga, hendaklah ia mendengar!"

GANDUM YANG BAIK
Penginjil Matius dalam warta sabdanya yang kita renungkan bersama pada hari ini mengetengahkan tentang pola kehidupan di dunia. Pola kehidupan gandum dan pola keidupan iilalang. Gandum dianologikan sebagai kehidupan yang baik dan bermasa depan sedangkan iilalang dianalogikan sebagai hidup yang menyimpang dan tidak bermasa depan. Di dalam ladang yang sama tumbuh gandum dan ilalang. Karena keduanya tumbuh bersama-sama, maka sebelum masa menuai, ilalang yang mengganggu tumbuhnya gandum tidak boleh dicabut. Gandum dan ilalang dikondisikan tumbuh bersama-sama, tetapi pada masa menuai, keduanya tidak akan mendapatkan perlakuan yang sama. Yang akan dituai adalah gandum, sedangkan ilalang akan dikumpulkan untuk dibakar dalam api. Perumpamaan Yesus ini menekankan Kerajaan Sorga hubungan dengan akhir zaman.
Hal Kerajaan Sorga bagaikan seorang yang menaburkan benih yang baik di ladangnya. Yesus menekankan bahwa yang ditaburkan adalah benih yang terpilih, berkualitas, dan akan memberikan hasil yang memuaskan. Gandum adalah jenis makanan yang penting bagi Israel dan sering melambangkan kebajikan atau pemeliharaan Allah. Tetapi musuh sang penabur mencuri kesempatan disaat semua orang tidur untuk menaburkan benih ilalang di antara benih yang baik itu. Iblis memang sengaja mengacaukan bahkan menggagalkan rencana Allah. Iblis memilih benih ilalang, karena pada awal pertumbuhannya sangat mirip dengan gandum. Bila keduanya tumbuh bersama, sangat sulit dibedakan. Yang pasti adalah gandum tetap tumbuh sebagai gandum dan ilalang tumbuh sebagai ilalang, tidak akan terjadi sebaliknya. Keduanya akan tampak jelas berbeda ketika musim menuai. Itulah sebabnya sang penabur melarang hamba-hambanya mencabut ilalang pada saat pertumbuhan, karena kemungkinan besar gandumnya pun ikut tercabut.
Dalam dunia ini, orang-orang benar hidup bersama-sama orang-orang yang menyesatkan dan yang melakukan kejahatan. Secara kasat mata sulit membedakan manakah yang sungguh-sungguh orang-orang benar dan yang sungguh-sungguh penyesat. Itulah sebabnya untuk sementara waktu sampai Kristus datang, para penyesat dan pembuat kejahatan dibiarkan hidup bersama orang-orang benar. Namun orang-orang benar harus bertahan sampai musim menuai dan akan muncul sebagai pemenang, bercahaya bagaikan matahari dalam Kerajaan Bapa. Apa yang harus kita buat? hendaknya kita mempertahankan kualitas gandum yang baik karena kita berasal dari benih yang baik. Akan menjadi percuma bila kita menyebut diri sebagai gandum di tangan penabur tetapi tidak menghasilkan apa-apa. Bila tidak menghasilkan apa-apa maka kita tidak beda dengan ilalang. Orang yang baik tidak akan menjadi lebih baik bila kebaikannya itu hanya untuk dirinya sendiri, Ia tidak beda dengan orang yang sesat dan melakukan kejahatan. Harus menjadi baik untuk orang lain dan dengan demikian kebaikan itu menyebar dan mempengaruhi yang lain untuk juga menjadi baik. Mari kita menjadi gandum yang baik karena penabur kita adalah yang Maha Baik.


Minggu, 26 Juli 2015

BAHAN REKOLEKSI UNTUK LEGIO MARIA



BERBAGI SUKACITA IMAN

Bunda Maria, Bunda kita sekalian adalah teladan Iman dan teladan kehidupan kita umat Kristiani, secara khusus bagi para anggota Legio Maria. Legioner harus memiliki jiwa Maria yang luhur, mencontoh keutamaan-keutamaan yang telah ditunjukkan oleh Bunda Maria. Hal itu disebabkan bukan karena kita menggunakan nama Maria dalam kelompok ini, tetapi karena kita menggunakan spiritualitas dan kerasulan berdasarkan prinsip kesatuan dengan Bunda Maria sendiri.

Semangat Legio Maria adalah semangat/spiritualitas Maria itu sendiri. Di dalamnya terdapat kerendahan hati, ketaatan dan kepasrahan kepada Allah, hidup doa yang konstan dan mantap, bermati raga-puasa, kemurnian hati, pengorbanan, dan kepercayaan penuh hanya kepada Allah. Teladan Bunda Maria hanya kita dapatkan dalam refleksi yang bersumber dari Kitab Suci.
Cinta kasih, kebaikan, semangat injili, dan spiritualitas Maria jangan dipendam seorang diri. Jika hal itu yang terjadi maka segalanya akan menguap dan menghilang ditelan waktu dan zaman serta tanpa menghasilkan buah. Tetapi semuanya itu harus diungkapkan, dibagikan, dicurahkan, dituangkan, disebarkan ke semua orang dan seluruh dunia tanpa terkecuali. Maka pada kesempatan ini saya mengajak kita sekalian untuk bersama merefleksikan tentang Teladan Bunda Maria yang berbagi sukacita iman dengan saudari sepupunya Elizabeth. Bunda Maria tidak menyimpan suka cita iman yang Ia miliki untuk dirinya sendiri tetapi ia berbagi suka cita iman itu bersama orang lain.

Dalam Kisah Injil tadi kita menyimak percakapan antara dua ibu yang berbahagia, Dua ibu yang penuh dengan Roh Kudus, Elisabet dan Maria. Malaikat membuka kesempatan terjadinya perjumpaan di antara kedua orang ini dengan memberi tahu Maria tentang berkat yang dilimpahkan kepada sanaknya, Elisabet (ay. 36). Maka Legio Maria sebagai sebuah perkumpulan hendaknya sungguh-sungguh dimanfaatkan sebagai tempat bertukar pengalaman iman, saling meneguhkan satu sama lain, memberikan penghiburan iman satu sama lain agar suka cita iman itu sungguh dialami setiap anggotanya.

Maria melakukan kunjungan kepada Elisabet dengan melakukan sebuah perjalanan yang jauh yaitu ke daerah pegunungan. Maria yang telah mengandung Mesias, calon Ibu Tuhan tidak merasa bahwa dirinya lebih tinggi dari Elisabeth maka ia yang harusnya dikunjungi oleh Elisabeth. Maria juga meninggalkan semua urusannya guna mengurus hal yang lebih besar ini: berbagi sukacita iman. Di sini kita belajar untuk bersikap rendah hati seperti Maria, tidak memandang status yang kita miliki, berani untuk menarik diri sejenak dari kesibukan-kesibukan kita untuk bergerak keluar dan mengunjungi orang yang membutuhkannya. Bukan sekedar mengunjungi tetapi mengunjungi dengan membawa sukacita iman untuk orang yang dikunjungi. Maka sebelum seorang legioner keluar untuk mengunjungi harusnya seorang legioner itu sendiri sudah memiliki sebuah modal dasar untuk dibawa dan dibagikan yaitu suka cita karena iman.

Pertemuan antara Maria dan Elisabet sungguh-sungguh diliputi oleh suasana yang penuh dengan kebahagiaan Iman. Maria memberi salam kepada Elisabet dan berkata bahwa ia datang untuk mengunjunginya, untuk mengetahui keadaannya, dan bersuka bersamanya di dalam sukacitanya. Nah, begitu berjumpa, demi menegaskan iman mereka berdua, terjadilah sesuatu yang luar biasa. Maria mengetahui bahwa Elisabet sedang mengandung seorang anak, tetapi tidak tampak tanda apa pun bahwa Elisabet telah diberi tahu apa pun tentang Maria sepupunya, bahwa dia telah ditentukan untuk menjadi ibu Sang Mesias; dan karena itu apa yang ia ketahui bisa dipastikan berasal dari sebuah penyataan, yang menjadi dorongan besar bagi Maria. Kita belajar dari pertemuan yang membawa kebahagiaan yang mendalam ini. Yang pertama, mereka bertemu untuk berbagi kebahagiaan iman dan bukan yang lainnya. Biasanya orang berkata, di mana dua tiga orang berkumpul di situ Tuhan hadir. Tetapi ada juga yang berkata, di mana dua tiga ibu berkumpul di situ pasti ada orang yang dibicarakan atau digosipkan. Yang jenis ini namanya membawa suka untuk diri sendiri dan menimbulkan luka untuk orang lain. Yang kedua, pertemuan ini membawa kebahagiaan karena Maria membawa Yesus dalam rahimnya dan ini membuat elisabeth dan yohanes begitu bersukacita. Apa yang seorang legioner bawa ketika melakukan kunjungan? membawa wajah Tuhan atau membawa wajah pribadi? Dalam kisah injil tadi dikatakan bahwa Yohanes melonjak kegirangan dalam rahim ibunya, seolah-olah memberi isyarat kepada ibunya, bahwa ia sekarang berjumpa dengan Dia, berjumpa dengan orang yang karenanya ia diutus sebagai pendahulu. Juga karena pengaruh kuat yang ditujukan untuk sang ibu. Elisabet pun penuh dengan Roh Kudus, atau Roh nubuat, dan oleh Roh inilah, dan juga dengan ilham yang diberikan Roh, ia diberi pemahaman bahwa Sang Mesias hadir di situ. Di dalam Dia nubuat akan dibangkitkan kembali dan karena Dia Roh Kudus akan dicurahkan dengan lebih limpah dibandingkan dengan masa sebelumnya, sesuai dengan harapan mereka yang menantikan penghiburan bagi Israel. Gerakan bayi yang tidak seperti biasanya di dalam rahimnya ini merupakan tanda adanya emosi yang luar biasa di dalam jiwa Elisabet karena gerakan ilahi. Perhatikanlah, mereka yang mendapat lawatan penuh rahmat dari Kristus akan mengetahui lawatan ini dengan dipenuhinya mereka dengan Roh Kudus; karena, jika orang tidak memiliki Roh Kristus, ia bukan milik Kristus.

Ucapan selamat datang yang disampaikan oleh Elisabet melalui Roh Nubuat kepada Maria, ibu Tuhan kita. Ucapan ini disampaikan bukan seperti kepada seorang teman biasa yang sedang melakukan kunjungan biasa, tetapi kepada orang yang akan melahirkan Mesias.

Elisabet mengucapkan selamat kepada Maria atas kehormatan yang diterimanya, meskipun ia belum pernah mengetahui hal itu sebelum ini. Ia mengucapkannya dengan penuh keyakinan dan kegembiraan. Ia berseru dengan suara nyaring, karena ia sedang hanyut dalam sukacita yang meluap-luap, dan tidak peduli kalau orang sampai mendengarnya. Ia berseru, "Diberkatilah engkau di antara semua perempuan," kata-kata sama seperti yang diucapkan oleh malaikat (ay. 28); karena memang demikianlah kehendak Allah mengenai menghormati Sang Anak, bahwa itu harus terjadi di bumi seperti di dalam sorga. Namun, Elisabet menambahkan sebuah alasan lagi, oleh karena itu, "Diberkatilah engkau sebab diberkatilah buah rahimmu." Jadi Maria layak memperoleh kehormatan istimewa ini. Elisabet sudah jadi istri seorang imam selama bertahun-tahun, namun ia tidak merasa iri bahwa Maria, saudara sepupunya, yang jauh lebih muda daripadanya, yang dalam segala hal lebih rendah daripadanya, akan mendapatkan kehormatan untuk mengandung dalam keadaan masih perawan, dan menjadi ibu Sang Mesias. Meskipun kehormatan yang diperolehnya lebih sedikit, namun Elisabet bersukacita di dalamnya; ia merasa puas, sama seperti anaknya kelak, bahwa Maria yang datang kemudian daripadanya lebih tinggi daripadanya (bdk. Yoh. 1:27). Bagaimana dengan seorang legioner? kita harus mengakui bahwa kita memperoleh lebih banyak kemurahan Allah daripada yang layak kita peroleh, jadi karena itu, dengan alasan apa pun janganlah merasa iri bila orang lain lebih banyak memperoleh kemurahan Allah daripada kita. Hendaknya kita bersukacita karena berkat Allah diperoleh setiap orang.

Elisabet mengakui ketidaklayakannya atas kunjungan Maria ini (ay. 43): "Siapakah aku ini sampai ibu Tuhanku datang mengunjungi aku?"

Perhatikanlah:

(1) Ia memanggil perawan Maria dengan sebutan ibu, karena ia mengetahui bahwa Dia akan menjadi Tuhan semua orang.

(2) Ia tidak hanya menyambut Maria ke rumahnya, sekalipun mungkin Maria datang sebagai orang kecil, namun bahkan menganggap kunjungan Maria itu sebagai suatu kehormatan besar, sehingga ia menganggap dirinya tidak layak. Siapakah aku ini? Ini sungguh-sungguh, dan bukan sekadar basa-basi ketika ia berkata, "Ini suatu kehormatan besar melebihi yang dapat aku harapkan." Perhatikanlah, mereka yang penuh dengan Roh Kudus bersikap rendah hati mengenai kebaikan mereka sendiri, dan sangat meninggikan anugerah Allah. Anaknya Yohanes Pembaptis, mengakui dengan cara yang sama ketika ia berkata, "Engkau yang datang kepadaku?" (Mat. 3:14). Ketika mengunjungi hendaknya kita tidak memandang siapa orangnya, dari mana asalnya, pendidikannya apa dan lain sebagainya tetapi kita memandang orang lain sebagai wajah Allah yang tersamar di dalam dirinya. Kalau kita melihat orang lain sebagai wajah Tuhan yang hadir dalam diri orang lain, betapa indahnya dunia ini.

Elisabet memuji iman Maria, dan menguatkan dia (ay. 45): "Berbahagialah ia, yang telah percaya." Jiwa yang percaya adalah jiwa yang berbahagia, dan akan seperti itu sampai pada akhirnya. Berkat ini datang melalui imannya, bahkan berkat ini berkaitan dengan Kristus, untuk membiarkan Dia terbentuk di dalam jiwa. Berbahagialah mereka yang percaya kepada firman Allah, karena Firman-Nya tidak akan mengecewakan mereka; tak diragukan lagi, apa yang dikatakan kepadanya dari Tuhan, akan terlaksana. Kepastian bahwa Ia tidak akan melanggar janji-janji-Nya itu sungguh mendatangkan kebahagiaan tak terkira bagi siapa saja yang membangun di atasnya dan berharap darinya. Kesetiaan Allah merupakan keberkatan bagi iman orang-orang kudus. Mereka yang telah mengalami kegenapan janji Allah harus menguatkan orang lain untuk tetap berharap agar firman Allah juga tergenapi dalam hidup mereka, "Aku hendak menceritakan kepadamu apa yang dilakukan-Nya terhadap jiwaku." Ketika seorang Legioner memiliki iman yang mendalam sebagai seorang prajurit Maria, tentu ia akan mengalami sukacita di dalam dirinya karena ia boleh menjadi bentara Maria, tentu ia kan mengalami sukacita di dalam dirinya karena ia boleh berbagi sukacita dengan sesama yang dikunjunginya, tentu ia akan mengalami suka cita yang kekal yang tidak sanggup diberikan oleh apapun di dunia ini, tentu ia akan selalu berkata jiwaku memuliakan Tuhan, karena Ia berkenan datang dan hadir dalam diriku yang hina dina ini.

(Bahan rekoleksi ini diberikan untuk Legio Maria Presidium Kebon Dalem di Rumah Retret Elisabeth-Bandungan pada tanggal 26 Juli 2015)

Bacaan Injil dan Renungan: Matius 13:31-35, Senin, 27 Juli 2015

Mat 13:31
Yesus membentangkan suatu perumpamaan lain lagi kepada mereka, kata-Nya: "Hal Kerajaan Sorga itu seumpama biji sesawi, yang diambil dan ditaburkan orang di ladangnya.
Mat 13:32
Memang biji itu yang paling kecil dari segala jenis benih, tetapi apabila sudah tumbuh, sesawi itu lebih besar dari pada sayuran yang lain, bahkan menjadi pohon, sehingga burung-burung di udara datang bersarang pada cabang-cabangnya."
Mat 13:33
Dan Ia menceriterakan perumpamaan ini juga kepada mereka: "Hal Kerajaan Sorga itu seumpama ragi yang diambil seorang perempuan dan diadukkan ke dalam tepung terigu tiga sukat sampai khamir seluruhnya."
Mat 13:34
Semuanya itu disampaikan Yesus kepada orang banyak dalam perumpamaan, dan tanpa perumpamaan suatupun tidak disampaikan-Nya kepada mereka,
Mat 13:35
supaya genaplah firman yang disampaikan oleh nabi: "Aku mau membuka mulut-Ku mengatakan perumpamaan, Aku mau mengucapkan hal yang tersembunyi sejak dunia dijadikan."

YANG TERKECIL DAN YANG TERUS BERTUMBUH
Kepada kita hari ini Yesus menampilkan sebuah perumpamaan tentang Kerajaan Allah. Biji Sesawi diangkat untuk menggambarkan hal Kerajaan Sorga. Biji Seswai yang sehalus pasir merupakan benih yang sangat halus dan kecil. Mengapa harus Biji Sesawi dan bukan jenis tumbuhan yang lain? Bukankah masih banyak jenis tumbuhan lain yang jauh lebih bagus dari sesawi? Yesus memiliki maksud tertentu. Maksud perumpamaan ini adalah untuk menunjukkan bahwa Injil itu pada mulanya sangat kecil, namun pada akhirnya akan bertumbuh dan menjadi sangat besar. Seperti itulah Kerajaan Allah di tengah-tengah kita, akan didirikan di dunia. Seperti ini pulalah pekerjaan anugerah di dalam hati, yaitu Kerajaan Allah dalam diri kita, akan bekerja dalam pribadi-pribadi tertentu, kecil dan halus hingga pribadi itu pun tidak menyadarinya.
Pertumbuhan anugerah Allah dalam diri mulanya sangat lemah dan sangat kecil seperti biji sesawi, yang paling kecil dari segala jenis benih. Kerajaan Allah yang pada saat itu sedang didirikan hanyalah merupakan sebuah sosok kecil. Kristus dan para rasul, jika dibandingkan dengan para pembesar dunia, tampak seperti biji sesawi, yang lemah di dunia ini. Para Rasul yang umumnya orang-orang sederhana, para nelayan kecil justru menjadi dasar bagi pertumbuhan Gereja. Orang-orang yang baru percaya adalah seperti anak-anak domba yang harus dibawa dalam pangkuan-Nya. Mereka mempunyai sedikit iman, namun masih banyak terdapat kekurangan di dalamnya, dan mereka mempunyai keluhan-keluhan yang tidak terucapkan, karena begitu kecilnya. Mereka mempunyai keyakinan mengenai kehidupan rohani dan mereka hidup menurutnya, namun hampir tidak terlihat karena terlalu sedikit.
Walaupun demikian, benih itu bertumbuh dan semakin tampak. Kerajaan Kristus secara ajaib maju. Orang-orang dengan mudah memasukinya, dan bangsa-bangsa pun terlahir seketika, kendati dengan segala perlawanan yang dijumpainya. Dalam jiwa yang mempunyai anugerah sejati, kerajaan itu akan benar-benar bertumbuh, walaupun mungkin tidak terasa. Biji sesawi itu kecil, tetapi bagaimanapun juga biji itu adalah benih yang mempunyai daya untuk bertumbuh. Anugerah akan menancapkan akarnya pada tanah dan semakin bercahaya dan bercahaya. Kebiasaan-kebiasaan mulia semakin diperkuat, perbuatan-perbuatan yang benar semakin dipergiat, pengetahuan semakin diperjelas, iman semakin diteguhkan, dan kasih semakin dikobarkan; itulah tandanya benih sedang bertumbuh. Benih itu pada akhirnya bertumbuh menjadi sangat kuat dan berguna. Apabila sudah tumbuh dalam kematangan, biji itu akan menjadi pohon, Gereja itu seperti pohon yang besar, yang dijadikan sarang bagi burung-burung. Umat Allah datang kepadanya untuk mendapat makanan dan beristirahat, berteduh dan berlindung. Prinsip anugerah dalam diri sebagian orang, bila mereka sungguh memilikinya, akan bertahan dan disempurnakan pada akhirnya. Anugerah yang bertumbuh akan menjadi anugerah yang kuat dan akan membawa banyak buah. Orang-orang Kristen yang bertumbuh harus memiliki keinginan untuk menjadi berguna bagi orang lain, seperti halnya biji sesawi yang bertumbuh bagi burung-burung di udara, sehingga orang-orang yang tinggal di dekat atau di bawah bayangan mereka akan dibuat menjadi lebih baik.
Allah menggunakan diri kita untuk menyebarluaskan kabar gembira tentang Kerajaan Allah di dunia ini. Meskipun kita bagai bejana tanah liat, meskipun kita kecil seperti biji sesawi tetapi melalui diri kita, Allah menunjukkan keagunganNya. Apa yang harus kita buat? membiarkan diri diatur “sesuka hati” Allah, karena segala sesuatu pasti akan indah pada waktunya dan baik pada saatnya.


Sabtu, 25 Juli 2015

BACAAN INJIL DAN RENUNGAN: MINGGU BIASA XVII, YOHANES, 6:1-15, MINGGU, 26 JULI 2015



Yoh 6:1Sesudah itu Yesus berangkat ke seberang danau Galilea, yaitu danau Tiberias.

Yoh 6:2Orang banyak berbondong-bondong mengikuti Dia, karena mereka melihat mujizat-mujizat penyembuhan, yang diadakan-Nya terhadap orang-orang sakit.

Yoh 6:3Dan Yesus naik ke atas gunung dan duduk di situ dengan murid-murid-Nya.

Yoh 6:4Dan Paskah, hari raya orang Yahudi, sudah dekat.

Yoh 6:5Ketika Yesus memandang sekeliling-Nya dan melihat, bahwa orang banyak berbondong-bondong datang kepada-Nya, berkatalah Ia kepada Filipus: "Di manakah kita akan membeli roti, supaya mereka ini dapat makan?"

Yoh 6:6Hal itu dikatakan-Nya untuk mencobai dia, sebab Ia sendiri tahu, apa yang hendak dilakukan-Nya.

Yoh 6:7Jawab Filipus kepada-Nya: "Roti seharga dua ratus dinar tidak akan cukup untuk mereka ini, sekalipun masing-masing mendapat sepotong kecil saja."

Yoh 6:8Seorang dari murid-murid-Nya, yaitu Andreas, saudara Simon Petrus, berkata kepada-Nya:

Yoh 6:9"Di sini ada seorang anak, yang mempunyai lima roti jelai dan dua ikan; tetapi apakah artinya itu untuk orang sebanyak ini?"

Yoh 6:10Kata Yesus: "Suruhlah orang-orang itu duduk." Adapun di tempat itu banyak rumput. Maka duduklah orang-orang itu, kira-kira lima ribu laki-laki banyaknya.

Yoh 6:11Lalu Yesus mengambil roti itu, mengucap syukur dan membagi-bagikannya kepada mereka yang duduk di situ, demikian juga dibuat-Nya dengan ikan-ikan itu, sebanyak yang mereka kehendaki.

Yoh 6:12Dan setelah mereka kenyang Ia berkata kepada murid-murid-Nya: "Kumpulkanlah potongan-potongan yang lebih supaya tidak ada yang terbuang."

Yoh 6:13Maka merekapun mengumpulkannya, dan mengisi dua belas bakul penuh dengan potongan-potongan dari kelima roti jelai yang lebih setelah orang makan.

Yoh 6:14Ketika orang-orang itu melihat mujizat yang telah diadakan-Nya, mereka berkata: "Dia ini adalah benar-benar nabi yang akan datang ke dalam dunia."

Yoh 6:15Karena Yesus tahu, bahwa mereka hendak datang dan hendak membawa Dia dengan paksa untuk menjadikan Dia raja, Ia menyingkir pula ke gunung, seorang diri.



BERBAGI 5 ROTI DAN 2 EKOR IKAN

Ketika asyik membaca berita-berita yang ada di kompas.com pada rabu, 22 Juli 2015 yang lalu, saya begitu tertarik dengan sebuah berita yang mengulas tentang begitu individualisnya masyarakat perumahan dalam kasus pembunuhan Jurnalis Nurbaety. Dalam berita itu diungkapkan bahwa dua minggu setelah pembunuhan tersebut baru jenasah nurbaety ditemukan. Sosiolog Musni Umar menilai hal ini sebagai sebuah pertkita hilangnya kepedulian teruatama dalam warga yang mendiami sebuah perumahan. Tentu ada banyak faktor penyebabnya, tetapi yang mau diangkat di sini adalah soal kepedulian yang mulai luntur. Ketidakpedulian juga mulai menjalar pada berbagai segi kehidupan, mungkin saja karena ada pikiran siapa anda, siapa aku. Atau bila meminjam istilah orang timor, siapa lu, siapa beta! Dan ini bila kita kaitkan dengan kehidupan iman, sebenarnya ada sebuah gejala yang muncul yaitu zaman ini adalah zaman kering dan gersang seperti padang pasir? Kenapa zaman padang pasir? Karena kebanyakan orang berada dalam keadaan kelaparan - hidup tanpa makanan rohani. Bila kita menggunakan bahasa Injil yang kita dengar bersama tadi adalah, "Roti seharga dua ratus dinar tidak akan cukup untuk mereka ini, sekalipun masing-masing mendapat sepotong kecil saja." Tetapi Andreas berkata, "Di sini terdapat seorang anak yang mempunyai 5 roti jelai dan dua ikan; tetapi apa artinya itu untuk orang sebanyak ini?"

Apakah kita memang sudah tidak mempunyai roti dan ikan di tangan-tangan kita? Tentu saja kita punya. Di mana? kita mempunyai lima jari di setiap tangan dan kaki. Semua itu adalah lima roti yang kita miliki. Kita juga mempunyai dua tangan dan dua kaki! Begitu juga dengan telinga dan mata Kita. Kita mempunyai dua ekor ikan dalam diri kita masing-masing. Lengkap bahwa kita mempunyai 5 roti dan dua ekor ikan dalam diri kita masing-masing. Pertanyaannya apakah kita mau menunjukkan kepedulian kita dengan 5 roti dan 2 ikan yang ada dalam diri kita masing-masing?

Dalam mukjizat ini ternyata hanya ada seorang anak kecil yang menyadari bahwa dia membawa 5 roti dan dua ekor ikan. Mengapa harus seorang anak kecil? Bisa jadi bahwa Yesus ingin mempermalukan orang-orang tua yang tidak sadar bahwa dalam dirinya ada lima roti dan dua ekor ikan. Atau juga orang-orang kecil, orang-orang pinggiran, orang-orang desa yang ada dalam figur anak kecil ini yang sengaja ditonjolkan untuk menegaskan pentingnya sebuah kepedulian. Lihat kenyataan hidup ini, jarak antara kita dengan tetangga kita hanya dibatasi oleh beling, bila di kota beling yang dimaksud adalah pagar tembok yang tinggi, sudah tinggi masih lagi ada beling yang ditanjapkan di atas pagar tembok, tetapi di desa, jarak antara warga hanya dibatasi oleh piring dan senduk.

Ketika para murid meminta roti dan ikan kepada anak kecil itu, ia bisa saja mempunyai empat respon yang berbeda:

Pertama, ia dapat berkata, "Aku tidak mau memberikan kepadamu. Aku lapar, aku mau memakannya sendiri!" Memang banyak orang yang mempunyai sikap yang demikian. Mereka memakan sendiri lima roti dan dua ikan mereka. Namun setelah memakannya mereka tidak dikenyangkan.

Kedua, anak kecil itu bisa saja berkata, "Aku tidak mau memberikan kepadamu! Saudara dan teman-temanku semuanya ada di sini. Mereka mau makan bersamaku." Sekarang ini banyak juga orang yang bersikap demikian. Tetapi apakah mereka akan dipuaskan? Ketiga, anak kecil itu bisa saja memanfaatkan situasi dengan berteriak, "Siapa yang mau memakan roti-roti dan ikan-ikan ini? Aku akan menjualnya kepada yang mau membayar tertinggi." Jaman sekarang semua serba uang, tidak ada uang tidak hidup.

Keempat, anak kecil itu bisa saja berkata, "Roti dan ikan-ku tidak mungkin dapat memberi makan 5000 orang. Setelah aku memakannya, aku akan membuang sisa-sisanya." Memang ada orang yang seperti itu. Mereka menyia-yiakan roti dan ikan yang telah Tuhan anugerahkan untuk hal-hal yang tidak bermanfaat.

Tetapi anak kecil itu tidak melakukan semua itu. Melainkan setelah Yesus memintanya, anak kecil itu langsung: menyerahkan ke tangan Yesus, Yesus memberkatinya, Yesus memecah-mecahnya, Yesus memberikan kepada para murid-Nya, Para murid membagi-bagikannya kepada orang banyak.

Demikian juga, kita adalah roti dan ikan-ikan itu itu, marilah kita menempatkan diri kita ke dalam tangan Tuhan. Yesus memecah-mecahkan roti itu, demikian juga manusia lama Kita harus dihancurkan agar Kita dapat menerima kuasa dan kekuatan. Di saat Tuhan mengubah Kita, Kita akan dapat memberi makan kepada banyak orang.

Setelah Kita diubahkan, sebagaimana roti itu diubah, Kita menjadi saluran berkat kepada banyak orang. Akhirnya semua orang dikenyangkan dan bahkan ada sisa yang berlimpahan. Saat Kita memberikan diri kepada Tuhan, walaupun Kita sibuk dengan pekerjaan-pekerjaan harian kita dan memberi tetapi masih akan tersisa sukacita yang berkelimpahan bagi Kita, sebagaimana setelah memberikan 5000 orang, masih ada 12 bakul sisa makanan yang dibawa pulang para murid.



Mari kita membangun sikap peduli, karena orang yang peduli tidak akan kekurangan malah semakin berkelimpahan dalam hidupnya. Amin.

Jumat, 24 Juli 2015

Bacaan Injil Dan Renungan: Pesta Yakobus Rasul: Matius 20:20-28, Sabtu, 25 Juli 2015

Mat 20:20
Maka datanglah ibu anak-anak Zebedeus serta anak-anaknya itu kepada Yesus, lalu sujud di hadapan-Nya untuk meminta sesuatu kepada-Nya.
Mat 20:21
Kata Yesus: "Apa yang kaukehendaki?" Jawabnya: "Berilah perintah, supaya kedua anakku ini boleh duduk kelak di dalam Kerajaan-Mu, yang seorang di sebelah kanan-Mu dan yang seorang lagi di sebelah kiri-Mu."
Mat 20:22
Tetapi Yesus menjawab, kata-Nya: "Kamu tidak tahu, apa yang kamu minta. Dapatkah kamu meminum cawan, yang harus Kuminum?" Kata mereka kepada-Nya: "Kami dapat."
Mat 20:23
Yesus berkata kepada mereka: "Cawan-Ku memang akan kamu minum, tetapi hal duduk di sebelah kanan-Ku atau di sebelah kiri-Ku, Aku tidak berhak memberikannya. Itu akan diberikan kepada orang-orang bagi siapa Bapa-Ku telah menyediakannya."
Mat 20:24
Mendengar itu marahlah kesepuluh murid yang lain kepada kedua saudara itu.
Mat 20:25
Tetapi Yesus memanggil mereka lalu berkata: "Kamu tahu, bahwa pemerintah-pemerintah bangsa-bangsa memerintah rakyatnya dengan tangan besi dan pembesar-pembesar menjalankan kuasanya dengan keras atas mereka.
Mat 20:26
Tidaklah demikian di antara kamu. Barangsiapa ingin menjadi besar di antara kamu, hendaklah ia menjadi pelayanmu,
Mat 20:27
dan barangsiapa ingin menjadi terkemuka di antara kamu, hendaklah ia menjadi hambamu;
Mat 20:28
sama seperti Anak Manusia datang bukan untuk dilayani, melainkan untuk melayani dan untuk memberikan nyawa-Nya menjadi tebusan bagi banyak orang."

MELAYANI BUKAN MELAYANG-LAYANG
Sering kita membaca atau mendengar berbagai slogan yang mengatasnamakan sebuah pelayanan: melayani dengan hati, melayani dengan sungguh, melayani rakyat dan seterusnya. Slogan-slogan ini sering dijadikan sebagai amunisi untuk merebut hati orang. Selanjutnya dalam prakteknya yang terjadi justru sebaliknya. Minta dilayani dengan hati, minta dilayani dengan sungguh dan seterusnya. Slogan melayani kemudian berubah menjadi layang-layang yang seakan tidak menyentuh tanah dan minta untuk dilayani. Mengapa demikian? karena yang dikejar adalah pemenuhan ambisi akan kekuasaan atau kedudukan yang tinggi dan bukan sebaliknya.
Anak Manusia datang bukan untuk dilayani, melainkan untuk melayani dan untuk memberikan nyawa-Nya menjadi tebusan bagi banyak orang. Kalimat yang diucapkan oleh Yesus ini kiranya menjadi rujukan untuk setiap kita. Di sini Yesus menempatkan diri-Nya di hadapan murid-murid-Nya sebagai contoh mengenai kerendahan hati dan menjadi berguna bagi orang lain, bukan sekedar kata-kata atau slogan belaka tetapi sungguh dilakukan-Nya. Yesus memberi contoh mengenai kerendahan hati dan tindakan merendahkan diri seperti yang tampak dalam kehidupan Kristus, yang datang bukan untuk dilayani, melainkan untuk melayani. Waktu Anak Allah datang ke dunia, sebagai Utusan Allah bagi anak-anak manusia, orang akan berpikir bahwa seharusnya Dialah yang harus dilayani, bahwa Ia seharusnya tampil sesuai dengan sosok dan sifat-Nya. Namun, ternyata tidak demikian halnya. Ia tidak tampil sebagai siapa-siapa, tidak memiliki pengiring berpenampilan megah untuk melayani-Nya, dan tidak mengenakan jubah-jubah kehormatan, sebab Ia mengambil rupa seorang hamba. Ia menjadikan diri-Nya pelayan bagi orang-orang sakit, dan siap melayani permintaan mereka, bagaikan pelayan yang siap di belakang untuk menunggu perintah atasannya, dan Ia rela bersusah payah untuk itu. Hal ini dilakukan-Nya terus-menerus tanpa peduli dengan waktu makan dan istirahat.
Ia meberi teladan tentang perbuatan baik yang dilakukan bagi orang lain seperti yang tampak melalui kematian Kristus, yang memberikan nyawa-Nya menjadi tebusan bagi banyak orang. Ia hidup sebagai seorang Pelayan dan pergi ke mana-mana untuk berbuat baik, tetapi Ia mati sebagai korban tebusan. Dalam hal inilah Ia telah melakukan perbuatan baik teragung yang pernah ada. Ia sengaja datang ke dunia untuk memberikan nyawa-Nya sebagai tebusan. Ini adalah tujuan utama-Nya. Pemerintah bangsa-bangsa lain bercita-cita tinggi sampai mau mengorbankan nyawa banyak orang demi kehormatan mereka, dan mungkin juga demi menyukakan hati mereka. Kristus tidak berbuat seperti itu. Darah umat-Nya sangat berharga bagi-Nya, dan Ia tidak akan memboroskannya. Sebaliknya, Ia mengorbankan kehormatan dan nyawa-Nya sebagai tebusan bagi umat-Nya.

Inilah teladan kerendahan hati yang telah ditunjukkan oleh Yesus bagi kita. Tanpa kerendahan hati maka sebuah pelayanan hanya akan sebatas sebuah slogan belaka. Rendah hati adalah kunci dari sebuah pelayanan. Mari kita senantiasa belajar untuk menjadi pribadi yang rendah hati, tidak usah muluk-muluk untuk hal-hal yang besar tetapi kita memulainya dalam hal-hal yang kecil dan sederhana.