Minggu, 09 Agustus 2015

Bacaan Injil dan Renungan: Yohanes 12:24-26, Pesta St. Laurensius, Senin, 10 Agustus 2015

Yoh 12:24
Aku berkata kepadamu: Sesungguhnya jikalau biji gandum tidak jatuh ke dalam tanah dan mati, ia tetap satu biji saja; tetapi jika ia mati, ia akan menghasilkan banyak buah.
Yoh 12:25
Barangsiapa mencintai nyawanya, ia akan kehilangan nyawanya, tetapi barangsiapa tidak mencintai nyawanya di dunia ini, ia akan memeliharanya untuk hidup yang kekal.
Yoh 12:26
Barangsiapa melayani Aku, ia harus mengikut Aku dan di mana Aku berada, di situpun pelayan-Ku akan berada. Barangsiapa melayani Aku, ia akan dihormati Bapa.

TIDAK ADA BUAH TANPA KORBAN
Penginjil Yohanes dalam warta sabdanya yang kita renungkan bersama ini menjelaskan tujuan dari kehidupan iman yaitu bahwa tidak ada kemuliaan tanpa penderitaan, tidak ada hidup yang berbuah tanpa kematian, tidak ada kemenangan tanpa penyerahan, tidak ada buah tanpa korban. Pastinya ada satu keindahan jikalau benih itu “mati” dan memenuhi tujuannya. Seandainya sebuah benih dapat berbicara, benih itu pasti akan mengeluh karena ditaruh di tanah yang belap dan dingin. Namun, satu-satunya cara supaya benih itu dapat mencapai tujuannya adalah dengan cara ditanam. Ini merupakan hal yang sangat lazim kita ketahui dalam dunia pertanian bukan, bahwa dari satu biji benih yang ditanam akan menghasilkan banyak buah saat ia menjadi tumbuh besar. Sebab biji tidak akan efektif dan berguna jika tetap disimpan saja seperti apa adanya. Hanya saat ia dilemparkan di tanah yang dingin, ditanam dalam tanah, maka kelamaan ia akan bertumbuh dan berbuah.
Hanya dengan mengorbankan hidup, orang akan mendapatkan hidup itu. Sebaliknya orang yang mencintai hidupnya seringkali didorong oleh dua macam tujuan, yaitu oleh nafsu mementingkan diri sendiri dan oleh keinginan untuk rasa aman. Dari sini kita mendapatkan satu pemahaman bahwa orang perlu membiarkan diri untuk ditanam seperti gandum di dalam tanah, menanggalkan kepentingan diri, dan mau untuk menjadi pribadi yang menghasilkan buah. menanggalkan kepentingan diri berarti mau untuk berkorban, mau untuk berbagi kehidupan. Pada titik ini kasih yang sesungguhnya nampak.
Santo Laurensius telah meneladani Yesus Sang Guru dan rela “ditanam” tetapi ia menghasilkan suka cita iman yang mendalam yaitu menghasilkan buah yang berlimpah.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar