Jumat, 21 Agustus 2015

Bacaan Injil dan Renungan: Matius 23:1-12, PW Sta Perawan Maria Ratu, Sabtu, 22 Agustus 2015

Mat 23:1Maka berkatalah Yesus kepada orang banyak dan kepada murid-murid-Nya, kata-Nya:

Mat 23:2"Ahli-ahli Taurat dan orang-orang Farisi telah menduduki kursi Musa.

Mat 23:3Sebab itu turutilah dan lakukanlah segala sesuatu yang mereka ajarkan kepadamu, tetapi janganlah kamu turuti perbuatan-perbuatan mereka, karena mereka mengajarkannya tetapi tidak melakukannya.

Mat 23:4Mereka mengikat beban-beban berat, lalu meletakkannya di atas bahu orang, tetapi mereka sendiri tidak mau menyentuhnya.

Mat 23:5Semua pekerjaan yang mereka lakukan hanya dimaksud supaya dilihat orang; mereka memakai tali sembahyang yang lebar dan jumbai yang panjang;

Mat 23:6mereka suka duduk di tempat terhormat dalam perjamuan dan di tempat terdepan di rumah ibadat;

Mat 23:7mereka suka menerima penghormatan di pasar dan suka dipanggil Rabi.

Mat 23:8Tetapi kamu, janganlah kamu disebut Rabi; karena hanya satu Rabimu dan kamu semua adalah saudara.

Mat 23:9Dan janganlah kamu menyebut siapapun bapa di bumi ini, karena hanya satu Bapamu, yaitu Dia yang di sorga.

Mat 23:10Janganlah pula kamu disebut pemimpin, karena hanya satu Pemimpinmu, yaitu Mesias.

Mat 23:11Barangsiapa terbesar di antara kamu, hendaklah ia menjadi pelayanmu.

Mat 23:12Dan barangsiapa meninggikan diri, ia akan direndahkan dan barangsiapa merendahkan diri, ia akan ditinggikan.

BUKA DULU TOPENGMU
Bacaan Injil yang kita dengar bersama pada hari ini berbicara tentang kecaman Yesus terhadap para Ahli Taurat dan orang Farisi. Yesus menyuarakan kebenaran tentang ketidakbenaran. Di sisi lain Yesus mengakui jabatan mereka sebagai pengajar hukum, sebagai guru-guru masyarakat dan penafsir hukum. Hukum Musa sendiri menjadi hukum politis yang berlaku dalam bangsa mereka dan merekalah yang menjadi hakim-hakimnya atau yang bertugas sebagai hakim di pengadilan.
Yesus melihat bahwa jabatan yang mulia itu diselewengkan. Banyak kedudukan yang baik justru diisi oleh orang-orang jahat. Bila keadaannya sudah menjadi seperti ini, orang-orang ini tidak akan dihormati lagi dengan kedudukannya itu, karena kedudukan itu telah dicemari oleh mereka. Cara hidup mereka yang duduk di kursi Musa itu telah begitu merosotnya sehingga kini tibalah saatnya bagi Sang Nabi Agung, seorang nabi seperti Musa, untuk membangun kursi yang lain.
Oleh karena itu, jabatan dan kekuasaan yang baik dan berguna tidak bisa dihukum dan dihapuskan begitu saja (sebab nanti akan menjadi rusak), karena ada kalanya jabatan dan kekuasaan tersebut jatuh ke tangan orang-orang fasik, yang menyalahgunakan kedua hal tersebut. Oleh karena itu, kita juga tidak boleh menurunkan kursi Musa, karena ahli-ahli Taurat dan orang-orang Farisi kini telah menguasainya. Lebih baik bila kita biarkan keduanya tumbuh bersama sampai waktu menuai .
Karena itu Kristus menyimpulkan "Sebab itu turutilah dan lakukanlah segala sesuatu yang mereka ajarkan kepadamu selama mereka masih menduduki kursi Musa, yakni selama mereka bertugas membacakan dan memberitakan hukum yang diberikan oleh Musa. Sekarang Yesus mengajak orang banyak itu untuk memanfaatkan bantuan yang mereka berikan untuk memahami Kitab Suci, dan menjalankan apa yang diajarkan. Selama pemahaman mereka menggambarkan apa yang dimaksud oleh Kitab Suci dan tidak menyesatkan, membuatnya semakin jelas, dan tidak membatalkan perintah Allah,sejauh itu pula perkataan mereka harus diperhatikan dan ditaati, tetapi harus dengan penuh kewaspadaan dan kebijaksanaan. Tuhan Yesus ingin mencegah orang berpikiran bahwa dengan menyalahkan ahli-ahli Taurat dan orang-orang Farisi, Ia solah-olah bermaksud merendahkan hukum Musa dan menjauhkan orang dari hukum Taurat. Tidak, Ia menegaskan bahwa Ia datang bukan untuk meniadakannya, melainkan untuk menggenapinya. Perhatikanlah, dalam mengkritik pejabat dan jabatannya, kita harus bijak supaya tidak menyalahkan pelayanan, karena yang bersalah adalah pelayannya dan bukan pelayanan itu sendiri.

Pemimpin yang benar adalah pemimpin yang lebih dulu membiarkan diri dipimpin Allah baru kemudian memimpin orang lain. Guru yang benar pun demikian. Lebih dari sekadar tahu kebenaran sebagai pengetahuan, guru harus lebih dulu tahu kebenaran sebagai pengalaman dan penghayatan nyata. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar